Assalamu Alaikum Wr.Wb...
Ayam Pelung merupakan salah satu plasma nutfah ternak asli Indonesia.
Dilaporkan oleh Subandi dan Abdurrachim tahun 1984 (dalam �Mengenal
Ternak Indonesia: Ternak Unggas 1), bahwa ayam Pelung ditemukan di desa
Bumi Kasih, Jambu Dipa, Songgom dan Tegal Lega, yang terletak di
Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Dipelihara
masyarakat utamanya untuk suara jago yang khas. Populasi pada tahun 1994
2) sekitar 5-6 ribu ekor dan berkembang mencapai kurang lebih 40 ribu
ekor pada tahun 2003 9)
Dari informasi yang dikumpulkan oleh
HIPPAPI (Himpunan Peternak dan Penggemar Ayam Pelung Indonesia) tahun
1993 mengemukakan sebuah legenda, yang tentunya bagi kita boleh percaya
atau tidak, bahwa konon seorang tokoh bernama Haji Bustomi (Alm.) alias
Bapak Guru Karta, seorang penduduk Kampung Cicariang, desa Jambudipa
Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur menceritrakan bahwa ayam
Pelung sudah dipelihara dan dikembangkan sejak tahun 1850 oleh seorang
Kiai bernama H. Djarkasih alias Mama Acih (Alm.). Ia, penduduk desa
Bunikasih Kecamatan Warungkondang, menemukan seekor anak ayam jantan
besar, tinggi dan �turundul� (berbulu jarang). Ayam tersebut kemudian
dipelihara dengan baik. Ayam tersebut tumbuh dengan pesat dan berkokok
dengan suara besar, panjang dan berirama. Pada waktu orang kagum dengan
ayam tersebut, maka dinamakan dengan �Pelung�. Sejak itu ayam tersebut
mulai berkembang dan secara alami terseleksi oleh masyarakat peminatnya.
Keterengan
lain yang juga datang dari daerah yang sama dijelaskan oleh seorang
penduduk bernama Nambeng, yang menurut ceritranya bahwa sekitar tahun
1940, seorang bernama H. Kosim bertamu kepada gurunya Mama Ajengan
Gudang. Ia melihat seekor ayam betina yang sedang mengasuh anak-anak
ayam dan diantaranya ada satu ekor yang bentuk badannya berbeda dengan
yang lainnya, besar, tinggi dan �trundul�. Ia kemudian membelinya dan
dikembangkannya di Warungkondang. Ayam tersebut yang jantan berkokok
dengan suara besar, panjang dan merdu.
Kedua ceritra tersebut
secara ilmiah tentunya dapat saja terjadi mengingat banyak sekali
berbagai variasi genetik ayam hutan yang ada di P. Jawa ini dan salah
satunya adalah ayam Pelung, yang mempunyai ciri khas, yang disekuai
penduduk, sehingga secara alami ayam-ayam tersebut terseleksi sampai
sekarang.
Ayam Pelung pada umumnya dipelihara secara intensif
sederhana oleh para peternak dalam jumlah terbatas untuk tujuan
mendapatkan ayam-ayam jantan. Jenis pakan yang diberikan sangat berbeda
dari satu peternak ke peternak lain. Pakan jadi komersial dikombinasikan
dengan bahan-bahan pakan lokal seperti dedak padi, belut, dan/atau
siput. Program vaksinasi tetelo (ND=Newcastle Desease) dilaksanakan
secara teratur 3) dan pencegahan penyakit dilaksanakan semaksimal
mungkin tergantung pengetahuan dan ketersediaan dana.
Program
pemberian pakan sementara ini kelihatannya belum mengikuti standar
kebutuhan ayam Pelung, tetapi kelihatannya masih memadai dengan berbagai
pengalaman para peternak. Pemberian pakan dengan ransum pertumbuhan
umur 0-8 minggu dengan ransum mengandung 20% protein kasar, umur 8-20
minggu dengan ransum mengandung 16 % protein kasar dengan kandungan
energi sekitar 2850 kkal/kg, yang kemudian diikuti dengan ransum dewasa
petelur ras yang mengandung 17 % protein memberikan suatu gambaran
maksimal produktifitas4).
Dinas Peternakan Kabupaten Cianjur
sejak tahun 1978 , dalam upaya mempertahankan plasma nutfah ayam Pelung,
setiap tahun selalu melaksanakan kontes suara ayam Pelung, karena
dipertimbangkan bahwa ayam pelung merupakan aset asli Kabupaten Cianjur.
Bahkan pada tahun 1978 didirikan pusat pembibitan ayam pelung di
Cipadang, Kecamatan Warung Kondang5). Terakhir, proyek demplot ayam
pelung juga dilaksanakan di Kec. Warungkondang pada tahun 2000 (Wachidin
2003. pers. comm.)
Sumber : http://rivafauziah.wordpress.com/